Oleh : Muhammad Kosim
Guru MTsN di Padang
Rencana penerapan Kurikulum 2013 pada sekolah menimbulkan kegalauan bagi guru-guru Mata Pelajaran Muatan Lokal (Mulok) Pendidikan Al-Quran dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sumatera Barat. Banyak yang bertanya-tanya, bagaimanakah keberadaan Mulok Pendidikan Al-Quran dalam Kurikulum 2013, dilanjutkan atau dihapuskan?
Kegalauan itu muncul ketika membaca Struktur Kurikulum 2013 yang menyederhanakan jumlah mata pelajaran, tetapi menambah jumlah jam pelajaran. Salah satu bentuk penyederhanaan itu adalah tidak lagi ditemukan mata pelajaran muatan lokal yang sepenuhnya disusun oleh pemerintah daerah.
Tetapi, konten muatan lokal hanya menjadi bagian dari mata pelajaran 1) Seni Budaya dan Prakarya serta 2) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, di tingkat SD; mata pelajaran: 1) Seni Budaya, 2) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, serta 3) Prakarya di tingkat SMP, dimana sebagian kontennya dikembangkan oleh pusat dan sebagian lain dikembangkan oleh pemerintah daerah. Sedangkan di tingkat SMA tidak ada lagi konten yang dikembangkan pemerintah daerah.
Jadi, dalam struktur kurikulum 2013, tidak lagi ditemukan mata pelajaran muatan lokal yang berdiri sendiri yang sepenuhnya dikembangkan oleh pemerintah daerah sehingga Pendidikan Al-Quran terancam akan dihapuskan.
Sebab konten/materi pendidikan Al-Quran sepenuhnya disusun oleh pemerintah daerah. Hal itu dilakukan sejak T.P. 2008/2009 pasca-lahirnya Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2007 tentang Pendidikan Al-Quran. Lalu dilanjutkan dengan lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) No. 70 Tahun 2010 tentang Kurikulum Pendidikan al-Qur’an dan Pergub No. 71 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan al-Qur’an pada Sekolah di Sumatera Barat.
Bahkan Mulok ini sudah diterapkan sejak tahun 1994 dengan nama “Baca Tulis Al-Quran” untuk tingkat SD, dan pada tahun 2007 berganti nama dengan “Pemahaman Pengamalan Al-Quran Hadis (PPQH)” untuk SD dan SMP.
Jika mulok ini dihapuskan, maka filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) akan sulit diimplementasikan. Nasib Perda dan Pergub di atas pun akan berakhir dan menjadi sejarah berharga yang ditinggalkan.
Di satu sisi, dalam kurikulum 2013, jumlah tatap muka PAI memang bertambah, biasanya hanya 2 jam tatap muka (JTM), tetapi di tingkat SD menjadi 4 JTM, SMP dan SMA/SMK menjadi 3 JTM. Akan tetapi, materi Al-Quran dalam PAI hanya satu aspek di antara aspek-aspek lainnya, seperti Aqidah, Ibadah, Akhlak, dan Tarikh Islam.
Bahkan, jika diperhatikan Kompetensi Dasar (KD) yang ditawarkan, hanya sedikit sekali KD yang fokus belajar membaca Al-Quran pada tingkat SD. Padahal materi Mulok Pendidikan Al-Quran tingkat SD yang banyak memuat materi belajar membaca Al-Quran, khususnya kelas I s.d. III saja, guru-guru masih merasa kesulitan untuk mendidik siswanya agar mampu membaca ayat-ayat Al-Quran secara tartil (sesuai ilmu tajwid).
Begitu pula di tingkat SMP, tidak lagi ditemukan KD yang membahas secara khusus tentang ilmu tajwid. Padahal pada kurikulum 2006, terdapat beberapa SK dan KD yang membahas ilmu tajwid, seperti Mad wal Qashar, Ahkamul Huruf (Nun Mati, Mim Mati, Ra Tarqiq dan Tafkhim, serta Waqaf).
Mempelajari ilmu tajwid ini sangat penting, bukan teoritisnya, tetapi praktiknya. Bagaimana mungkin siswa akan mampu mempraktikkan bacaan yang sesuai dengan ilmu tajwid jika tidak dipelajari hukum-hukum tajwid itu sendiri? Pada Mulok Pendidikan Al-Quran, kajian ilmu tajwid tersebut menjadi salah satu materi yang disajikan, di samping aspek menerjemahkan, menghafal, memahami isi dan mengamalkan ayat-ayat Al-Quran.
Di tingkat SMP, misalnya, Mulok Pendidikan Al-Quran menyajikan materi ilmu tajwid, mulai dari Makharijul Huruf, Shifatul Huruf, Ahkamul Huruf, Mad wal Qashar, Waqaf wal Ibtida’ hingga pada persoalan musykilat.
Jika diharapkan mereka belajar al-Qur’an di lembaga nonformal, seperti surau/mushalla/masjid, tampaknya di beberapa daerah, sudah banyak pula siswa yang tak lagi belajar di sana. Jika pun masih ada yang belajar, hanya sekadar belajar membaca. Itu pun umumnya hanya tingkat SD, sementara siswa SMP dan SMA/SMK, siswa tersebut tidak lagi menjadi murid di surau untuk mempelajari Al-Quran.
Kondisi ini menimbulkan pameo di kalangan guru agama “Siswa SD lebih lancar baca Al-Quran dibandingkan siswa SMP dan SMA”, kenapa? Karena tingkat SD, mereka masih rajin ke surau membaca ayat-ayat Al-Quran, tetapi tingkat SMP dan SMA mereka tak lagi menyentuh Al-Quran. Ironis memang.
Lagi-lagi, jika Mulok Pendidikan Al-Quran ini dihapuskan, maka suatu kerugian yang amat besar bagi masyarakat Sumatera Barat yang setiap orang tua muslim pasti menginginkan anaknya bisa dan terbiasa membaca Al-Quran secara tartil di rumah, hafal beberapa ayat di antaranya, mengerti maksud dan maknanya serta mampu mengamalkannya.
Menanggapi hal itu, Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat perlu mengambil sikap dengan mengeluarkan kebijakan yang menetapkan agar Mulok Pendidikan Al-Quran tetap dilanjutkan dan dikembangkan di SD, SMP, SMA dan SMK. Kebijakan tersebut dilengkapi dengan aturan yang jelas dan mendapat persetujuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan upaya seperti itu, maka guru Mulok Pendidikan Al-Quran pun diakui sebagai tugas pokoknya sehingga tidak terkendala pada Sertifikasi, termasuk guru PAI yang juga berhak untuk mengajarkannya.
Apalagi jika diperhatikan dalam Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 yang diedarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada peluang sekolah untuk menambah jam pelajaran. Seperti pada tingkat SD dan SMP, disebutkan bahwa “Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.”
Pernyataan ini memberi peluang kepada sekolah yang dikelola oleh pemerintah daerah untuk menambah jam pelajaran. Dalam hal ini, penambahan itu bisa dilakukan dengan menerapkan Mata Pelajaran Pendidikan Al-Quran sebagai bagian dari PAI, sebagaimana yang telah disusun konten/materinya pada Pergub No. 70 Tahun 2010.
Disebutkan pula bahwa penambahan itu berdasarkan kebutuhan peserta didik. Pendidikan Al-Quran tentu menjadi kebutuhan paling esensial bagi peserta didik yang beragama Islam. Apalagi untuk daerah Sumatera Barat yang mayoritas muslim dengan filosofi ABS-SBK, sangat memungkinkan untuk menerapkan dan mengembangkan Pendidikan al-Qur’an tersebut.
Demikian pula dalam menyukseskan program “Pendidikan Karakter,” Pendidikan Al-Quran sejatinya menjadi pilar utama untuk membangun dan mendidik karakter peserta didik yang beragama Islam. Sebab, dalam perspektif Islam, kata yang lebih tepat dan lebih mendalam maknanya adalah “akhlak”. Kata “akhlak” seakar kata dengan “khalik” dan “makhluk”. Dengan begitu, manusia sebagai makhluk mesti berakhlak sesuai tuntunan khalik.
Sementara akhlak yang paling ideal dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika A’isyah ditanya tentang potret akhlak Rasulullah, ia menjawab: “Kana Khuluquhu al-Qur’an”, akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al-Quran. Jadi, mustahil pula akan terbentuk akhlak Islami bagi peserta didik jika tidak peduli terhadap Al-Quran. Itu artinya, Mulok Pendidikan Al-Quran diharapkan menjadi salah satu upaya untuk mendidik akhlak peserta didik seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW tersebut.
Jika semua masyarakat muslim Sumatera Barat sepakat dan menyadari pentingnya mendidik anak dengan ayat-ayat Al-Quran—di samping ilmu-ilmu lainya—maka saatnya kita bersuara agar Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat segera mengambil kebijakan dan keputusan yang tegas secara tertulis untuk tetap menerapkan Mulok Pendidikan Al-Quran di sekolah. Dalam hal ini, perlu pula dukungan dari berbagai unsur masyarakat yang terkait, seperti MUI, DPRD, LKAAM, dan Dewan Pendidikan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Begitu pula perguruan tinggi, seperti IAIN, STAIN dan STAIPIQ diharapkan turut bersuara dan mendukung keinginan mulia ini.
Tidak saja membuat aturan melanjutkan penerapan Mulok Pendidikan Al-Quran di sekolah, perlu pula ketegasan kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota serta kepala sekolah yang selama ini masih ada yang kurang memberikan dukungan terhadap Pendidikan Al-Quran.
Perlu dicatat, aset terbesar umat Islam itu ada di sekolah umum. Karena itu selamatkan mereka dengan Al-Quran, jika kita ingin anak kemanakan kita di kemudian hari tampil menjadi generasi dan pemimpin yang shaleh, cerdas dan bertanggung jawab.
Semoga perjuangan ini dimudahkan oleh Allah SWT dan senantiasa berada dalam ridha-Nya serta kita tidak termasuk orang-orang yang disinggung dalam firman-Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (Qs. Muhammad/47: 24), Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. (Qs. Furqan/25: 30). Wallahu a’lam. (*)
sumber : http://padangekspres.co.id
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !